Rabu, 01 Juni 2011

“Refleksi Perkuliahan Terakhir Filsafat Pendidikan Matematika” Oleh Bapak Marsigit

Filsafat membicarakan semua yang ada dan yang mungkin ada. Tidak terlepas dari kelancangan filsafatku sehingga aku berani membicarakan hakikat dengan orang yang dimensinya di bawah kita sehingga hal tersebut dapat dikatakan sebagai ketidaksopanan. Terlebih jika kita membicarakan hakikat dengan orang yang dimensinya di atas kita maka bisa dianggap salah ruang dan waktu. Kedua hal tersebutlah yang menjadikan timbulnya kelancangan filsafatku. Kemarahan dari filsafatku hingga dimana-mana senantiasa melontarkan filsafatku. Seharusnya kita mampu menempatkan diri kita sehingga hal yang demikian juga menimbulkan adanya arogansi atau kesombongan dari filsafatku sehingga berani bicara di luar kapasitas yang dimiliki. Setiap apa yang ingin kita raih perlu adanya perjuangan, senantiasa ada dampak dan resiko sehingga perlu dikelola setiap resiko, harapan dan tantangan.

Pendidikan karakter tertinggi adalah melalui normatif dan spiritual. Transformasi dunia memberikan penafsiran yang berbeda. Keadaan dikatakan miskin jika memiliki uang sedikit tetapi sedang banyak program. Sedangkan keadaan dikatakan kaya jika memiliki banyak uang tetapi tidak ada program sama sekali. Timbul penafsiran yang berbeda lagi antara pelit dengan dermawan. Berniat memberikan uang receh kepada pengamen saat lampu merah ternyata juga dapat menggangu aktivitas lainnya ketika lampu menyala hijau. Akan tetapi, ketika kita tidak memberikan uang kepada pengamen dengan alasan takut terkena macet justru dikatakan pelit. Seringkali timbul hal yang berbeda penafsiran dalam filsafatku. Transformasi meliputi segi material, formal, normatif, dan spiritual. Segi material manusia harus senantiasa mengalami perubahan, tetapi jika berlebihan hal tersebut juga berbahaya terlebih ketika memiliki pengikut dan dimitoskan kemudian dibukukan maka orang dapat menganggapnya sebagai kitab suci. Oleh karena itu akan ada dimensi jarak antara pikiran dengan hati, normatif dengan spiritual.

Pendidikan saat ini mengacu pada standar isi, sedangkan sesungguhnya mengikuti standar isi tidak memberikan kenyamanan seolah-olah istilah standar isi sebagai product yang sesungguhnya objek matematika itu adalah dinamis. Istilah standar isi lebih nyaman jika disebut dengan trajectory of teaching learning of mathematics, strengh of mathematic education. Di balik standar isi termuat kesombongan dan proyek dengan segala akibatnya. Standar isi tidak lagi sesuai dengan hakikat matematika sekolah ataupun psikologi beljar siswa.

Pembelajaran matematika mengaitkan adanya hubungan antara idealisme dan abstraksi. Perlu adanya pengembangan karakter dalam pendidikan matematika dari semua yang ada filsafatnya melalui pembuatan RPP, LKS, metode, ataupun strategi pembelajaran ada filsafatnya. Oleh karena itu, kembali pada diri kita masing-masing seberapa jauh diri kita mampu mengembangkan perspektif filsafat untuk pembelajaran matematika. Siswa yang ada, siswa yang mengada dan disinilah siswa berperan sebagai subjek. Seorang guru bisa menstransformasikan dunia dari suatu soal ke soal lainnya, dari rumus satu ke rumus lainnya. Setinggi-tingginya filsafat belajar matematika adalah jika sampai pada keadaan dan pada akhirnya siswa sendirilah sebagai matematika. Belajar matematika adalah sebagai seorang researcher (peneliti) matematika sesuai dengan dimensinya. Paradigma yang menunjang adalah konstruktif dimana mereka dapat membangun sendiri matematikanya sehingga diperoleh siswa adalah matematika.

Di dalam matematika sekolah juga memuat apa sesungguhnya filsafat itu sendiri. Penerapan filsafat dalam pembelajaran matematika yakni ax2+bx+c=0 yang tidak lain adalah intuisi dua dalam satu yang artinya ketika menulis bx kita lebih mementingkan bx tetapi juga lebih memikirkan ax2. Ketika menuliskan c fokus pada c tetapi masih mengingat ax2+bx=0 dengan kata lain ada sesuatu yang berjalan. Sesungguhnya dibalik ax2+bx+c=0 memuat filsafat yang artinya konsumsi orang dewasa. Jika A dibagi dengan tak hingga akan sama dengan nol berarti tak hingga dimaknai agar senantiasa memohon ampun terus-menerus kepada Tuhan. Permohonan yang terus-menerus belum cukup sehingga harus ditambah dengan keikhlasan sehingga diibaratkan dengan x pangkat nol sama dengan satu, dimana nol dimaknai sebagai suatu keikhlasan dan satu dimaknai dengan kebesaran Tuhan.

Rabu, 25 Mei 2011

“Tanya Jawab III Perkuliah Filsafat Pendidikan Matematika “ Oleh Bapak Marsigit

Segala sesuatu yang ada di dunia ini senantiasa berpasang-pasangan. Filsafat menyebutkan bahwa sesuatu yang berpasang-pasangan itu adalah tesis dan antitesisnya. Fatal-vital, intensif-tak intensif, ekstensif-tak ekstensif, bejo-ciloko, subjek-predikat, benar-salah, baik-buruk, etik-tak etik, ada sumber-tak ada sumber. Antara tesis dan antitesisnya senantisa terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita.

1. Seberapa besar pengaruh masa lalu terhadap masa sekarang dan masa yang akan datang?
Jawab: Jika filsafatnya filsafat sejarah maka dunia menyejarah artinya 100 persen masa lalu berpengaruh besar terhadap kehidupan kita di masa sekarang dan masa yang akan datang. Akan tetapi, berbeda dengan kaum foundamentalis yang beranggapan bahwa seharusnya kita melupakan masa lalu. Semua yang terjadi di masa sekarang dan masa yang akan datang terlepas atau tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang kita lakukan di masa lalu. Oleh karena itu, di masa sekarang dan yang akan datang maka setiap apa yang akan kita lakukan perlu adanya start atau permulaan semau kita dengan mengabaikan masa lalu kita.

2. Bagaimanakah membedakan antara yang fatal dengan vital?
Jawab: Fatal dan vital ada bukan untuk dibedakan tetapi untuk dimengerti dan dijalani. Kehidupan manusia tidak terlepas dari fatal dan vital. Ketika kita meyakini adanya yang fatal maka 100 persen kita mempercayakan pada nasib sedangkan usaha kita 0 persen. Sedangkan ketika kita meyakini adanya vital maka 100 persen kita mengupayakan atau percaya bahwa segala sesuatu itu karena usaha bukan semata pasrah terhadap nasib.

3. Bagaimana kita meyakini bahwa jodoh di tangan Tuhan?
Jawab: Segala sesuatu di dunia ini berjalan atas dasar kuasa Allah SWT. Kita tidak perlu mempertanyakan itu semua tapi cukuplah bagi kita mengimani atau meyakini hal tersebut. Jodoh, rezeqi, pati semua di tangan Allah SWT. Ketika kita bertanya siapa sesungguhnya jodoh kita maka tak seorangpun yang mengetahui bahkan kitab sucipun tak menyebutkan hal yang demikian. Jadi tak perlu kita mempertanyakan semua itu karena segala sesuatu adalah kuasa Tuhan (Plotinus).

4. Bagaimanakah hubungan agama dengan budaya?
Jawab: Agama mengatur hubungan Tuhan dengan ciptaannya sedangkan budaya mengatur hubungan manusia dengan sesamanya. Di dalam agama memuat budaya sedangkan di dalam budaya kita tidak akan menemukan agama. Oleh karena itu, mereka yang beragama mudah bila ingin menciptakan suatu budaya atau kebudayaan. Sedangkan mereka yang hanya berbudaya maka mereka tak mengenal Tuhan layaknya orang kafir.

5. Bagaimanakah jarak antara fatal dengan vital?
Jawab: Jarak antara fatal dengan vital adalah dunia kita masing-masing. Artinya, fatal maupun vital terjadi tergantung dari diri kita sendiri. Ketika kita hanya pasrah terhadap setiap yang terjadi pada diri kita maka fatal yang akan terjadi. Akan tetapi, ketika kita melakukan usaha yang maksimal maka vital yang akan terjadi. Oleh karena itu, jarak antara fatal dan vital adalah bagaimana mengelola diri kita dan itulah dunia kita masing-masing.

6. Bagaimanakah menghilangkan subjektivitas dalam penilaian?
Jawab: Penilaian yang dilakukan seseorang cenderung subjektivitas artinya tergantung siapa dulu yang menilai. Penilaian yang tidak subjektive jika menggunakan teknologi atau alat penilaian yang valid.

7. Bagaimanakah caranya agar hidup lebih dekat dengan keberuntungan?
Jawab: Beruntung dan tidak yang sering disebut dengan istilah jawa “bejo dan ciloko” dari seseorang itu berbeda-beda. Beruntungpun masih dikatakan subjektif sebab jika menurut kita beruntung belum tentu menurut orang lain hal tersebut suatu keberutungan bahkan bisa jadi dianggap hal yang biasa saja.

8. Bagaimanakah agar siswa mau mencari sumber belajar sendiri?
Jawab: Profil seorang siswa tidak terlepas dari profil kita sebagai guru. Siswa akan gemar mencari sumber belajar sendiri jika kita sebagai teladannya mampu memberikan rujukan, menyediakan sumber belajar yang menarik bagi mereka. Kita sebagai guru harus kreatif dan inisiatif untuk mencari sumber belajar yang baik. Oleh karena itu, semua ini kembali lagi bagi diri kita sebagai guru untuk melakukan refleksi.

9. Bagaimana menjelaskan fenomena mimpi atau doa yang sering kali menjadi kenyataan?
Jawab: Apa yang kita fikirkan dengan sangat dalam terkadang terbawa dalam dunia mimpi sehingga sering kali pemikiran-pemikiran tersebut terjadi dalam dunia nyata. Terkait dengan doa yang terkabul hingga menjadi suatu kenyataan terletak pada kuasa Allah SWT. Bahwa sesungguhnya Allah tidak mengabulkan apa yang kita inginkan tapi Allah mengabulkan apa yang kita butuhkan. Semua yang terjadi berdasar atas keselaran alam.

10. Bagaimana jika kita berfikir intensif tanpa bertindak?
Jawab: Jika kita hanya berfikir intensif maka kita hanya menyentuh separuh dari dunia sebab kita hanya memikirkan saja sedangkan separuh dari dunia yang lain kita masih saja diam dengan kata lain dalam kenyataan kita tidak melakukan apa-apa.

11. Bagaimana cara mengatasi fenomena budaya mencontek?
Jawab: Mengatasi budaya mencontek di kalangan siswa dengan cara guru melakukan refleksi terhadap dirinya sendiri. Siswa dapat mencontek itu berarti guru memberikan celah bagi siswanya untuk melakukan hal tersebut. Guru hendaknya memperbaiki cara mengajarnya sehingga model pembelajaran yang digunakan disukai oleh siswa dan materi yang disampaikan mudah dipahami oleh siswa.

Selasa, 10 Mei 2011

Rangkuman Tanya Jawab (I) pada Perkuliahan Filsafat Pendidikan Matematika oleh Bapak Marsigit

1. Apakah filsafat mempelajari dirinya sendiri?
Ontologinya ontologi berarti hakikat dari hakikat dan semua yang mengetahui hal tersebut hanyalah sang pencipta.
Ontologinya epistemologi berarti hakikat cara. Bagi orang jawa, ritual itu sudah dibakukan sehingga tidak ada yang benar maupun yang salah. Akan tetapi, semua itu merupakan etik dan estetikanya epistemologi.
Ontologinya aksiologi berarti hakikat dari aksiologi.
Epistemologinya ontologi berarti orang yang berfilsafat harus berani berhakikat. Hakikat Tuhan bagi orang kristen berbeda dengan hakikat Tuhan bagi orang islam, berbeda lagi dengan hakikat matematika secara matematika sekolah yang bertujuan untuk memerdekakan siswa.
Aksiologinya ontologi berarti value dari ontologi.
Aksiologinya aksiologi berarti berbicara tentang etik secara etik.

2. Bagaimana cara mengajak teman agar mklah mau shalat?
Shalat merupakan masalah terkait dengan Tuhan dalam hal ini Allah SWT. Jika kita sendiri yang menasehati atau mengajak teman kita tersebut tidaklah berhasil. Kalaupun berhasil itupun memiliki kemungkinan yang kecil. Terlebih ketika teman kita tahu saat kita tidak shalat pasti akan semakin tidak menganggap omongan kita. Maka solusinya adalah mencarikan guru spiritual untuk membantu teman kita itu agar mau shalat. Peran guru spiritual tidak sekedar memberi tahu tetapi lebih dari itu. Guru spiritual itulah yang nantinya akan mengajak, membimbing, dan menuntun teman kita untuk mau melaksanakan shalat sendiri. Seorang guru spiritual yang tidk mampu melaksanakan apa yang ia ajarkan maka potensi dosanya sangatlah besar.

3. Bagaimana agar hati dapat mengendalikan fikiran?
Hati memiliki kedudukan yang paling tinggi. Hati akan dapat berperan mengendalikan fikiran jika di dalam hati itu sendiri bersih. Tiada buruk sangka yang menyelimuti hati sehingga ketika fikiran gundah ataukah galau maka peran hati menentramkan lewat dzikir kepada Allah. Sehingga dlam hal ini hati berfungsi sebagai kontrol fikiran manusia. Akan lebih baik lagi jika hati dan fikiran berjalan beriringan, sejalan, selaras, sehingga tidak ada pertentangan dari keduanya.

4. Seberapa krusial peran filsafat dalam membenahi bangsa?
Filsafat akan mempunyai peran yang krusial jika para penguasa menggunakan filsafat untuk mengeksploitasi orang lain. Seorang penguasa hendaknya memiliki karakter. Pengertian karakter di sini tidak lain adalah dari siapa untuk siapa. Misalnya, seorang pencopet yang hendak melakukan aksinya maka ia telah tahu karakter dari targetnya itu. Apakah si target itu pelupa, dermawan, ceroboh, dan lain sebagainya. Penguasa yang berkarakter ditujukan kepada masyarakat di bawah kepemimpinannya. Ketika ada seorang pemimpin yang memilki kekuasaan ditambahkan dengan karakter, maka yang terbentuk tidak lain adalah teori tradisional.

5. Bagaimana cara mengetahui karakter siswa?
Seorang pendidik yang ingin mengetahui karakter dari peserta didiknya hendaknya selalu melakukan komunikasi. Lewat komunikasi itulah yang nantinya kedekatan akan terbentuk sehingga secara perlahan pendidik dapat memahami karakter dari peserta didiknya. Komunikasi tidak hanya dilakukan dengan tatap muka secara langsung tetapi bisa lewat tulisan-tulisan yang memang sengaja dibuat oleh pendidik untuk peserta didiknya. Misalnya lewat blog, buku cetak, web, dan sebagainya. Bagaimanapun media yang digunakan asalkan bisa menyambung kedekatan pendidik dengan peserta didik sehingga komunikasi tersebut tetap terjaga.

6. Apakah pertunjukan dalang cilik relevan ditonton orang dewasa?
Pertunjukan dalang cilik kurang relevan jika ditonton oleh orang dewasa karena dalang cilik terbatas pada ontologinya, tidak masuk dalam critical thinking. Apa yang sedang dilakoni oleh dalang cilik barulah separuh dari dunia. Si dalang cilik hanya sebatas menirukan apa yang dilakoni dari dalang dewasa dan sesungguhnya ia pun tidak mengerti apa dibalik crita yang sedang ia lakonkan. Ia pun tidak mengerti hakikat crita wayang yang tengah ia mainkan.

7. Bagaimana cara menghilangkan rasa gelisah dan gugup?
Sesungguhnya gugup dan gelisah itu tidak lain adalah godaan setan, maka ketika hal tersebut melanda diri kita yang terbaik adalah berdoa dengan khusuk kepada Allah SWT. Segera memohon ampun dan berserah diri kepada Allah SWT. Hal yang akan lebih baik apabila dilakukan adalah mencari guru spiritual sebab ia tidak hanya sekedar memberitahu. Guru spiritual berperan untuk mengajarkan, mengajak, membimbing, dan menuntun ke arah yang lebih baik. Akan tetapi, sebenar-benar panik adalah calon ilmu kita.

8. Bagaimana hubungan filsafat dengan sejarah?
Sejarah merujuk pada semua hal yang terjadi di masa lampau dengan kata lain semua yang telah berlalu. Sedangkan filsafat merujuk pada yang tadi, sekarang, dan nanti. Apabila kita ingin melihat bagaimana filsafat itu maka kita gunakan mesin waktu. Penggunaan mesin waktu ini bertujuan untuk mengabadikan yang tadi. Adapun mesin waktu yang digunakan seperti handphone, kamera digital, handicam, dan lain sebagainya.

9. Apa saja nilai filsafat yang termuat dalam gendhing jawa?
Nilai yang dapat kita petik dalam alunan gendhing jawa adalah harmoni. Alunan gending yang selaras dan harmoni tersebut menunjukkan adanya kesadaran terhadap ruang dan waktu. Banyak sekali instrument dari gendhing jawa baik siter, slenthem, kenong, kempul, gong, gambang, kendhang, dan masih banyak jenis lainnya. Semua instrument tersebut memiliki fungsi masing-masing tetapi satu sama lain saling berhubungan membentuk suatu harmonisasi. Hal penting yang harus kita ambil hikmahnya bahwa setiap orang memliki potensi masing-masing. Akan tetapi, ketika dari masing-masing itu bersatu untuk mencapai satu tujuan maka harmonisasi atau kerukunanlah yang nantinya akan terjalin. Dalam kehidupan sehari-hari, harmonisasi adalah dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dengan kata lain teposliro.

10. Bagaimana Syeh Siti Jenar menganggap dirinya sebagai Tuhan?
Jangankan Syeh Siti Jenar yang menganggap dirinya sebagai Tuhan. Kita pun bisa menganggap diri kita sebagai Tuhan jika kesombongan tengah melingkupi diri kita. Penting adanya untuk kita agar bisa mengendalikan hati dan fikiran kita. Oleh karena itu hendaklah kita selalu mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Kita selalu berdoa yang khusuk kepada Allah SWT dan ketika pada ritual yang tinggi maka kita tidak mampu untuk mengendalikan fikiran kita.

11. Bagaimanakah kriteria orang yang bijaksana?
Filsafat memiliki pengertian bahwa proses meraih bijaksana. Sesungguhnya sebenar-benar bijaksana hanyalah Allah SWT. Manusia hanya sebatas berusaha menggapai bijaksana. Orang-orang yang bijaksana itu tidak lain adalah orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang memang dikehendaki Allah untuk bijaksana seperti para nabi.

12. Bagaimana cara agar siswa dapat mengingat apa yang diajarkan?
Guru tidak mengajar tetapi berperan sebagai pendidik dan dalam hal ini siswa yang hendaknya belajar. Saat ini guru hanya berperan sebagai fasilitator bagi siswa-siswinya. Oleh karena itu, apa yang diajarkan dan dipelajari oleh siswa haruslah bermakna bagi siswa sehingga siswa mudah untuk mengingat dan memahaminya. Hal inilah yang menjadi tugas bagi seorang guru untuk mencipkan segala sesuatu yang nantinya mudah diingat oleh siswa.

13. Bagaimana membangkitkan kreativitas siswa?
Guru bertindak sebagai fasilitator bukan mengajar saat proses kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung. Cara untuk membangkitkan kreativitas siswa dalam belajar maka berawal dari kita sendiri sebagai guru yang harusnya kreatif. Anak memiliki kecenderungan untuk meniru orang tuanya maka tak ubahnya ketika seorang guru kreatif maka siswanya pun termotivasi dan berkeinginan untuk mau kreatif.

14. Apakah maksud dari filsafat menjunjung tinggi kesopanan terhadap ruang dan waktu?
Mengabaikan waktu belum tentu kita tidak menjunjung tinggi ruang dan waktu. Tidak berarti juga tidk menghargai ruang dn waktu. Contohnya, saya sedang kuliah di Yogyakarta secara otomatis saya mengabaikan waktu saya di rumah yang harusnya membantu orang tua. Bukan berarti saya tidak menghargai waktu tetapi memang saya di haruskan belajar di sini. Kalaupun di rumah ibu dan Bapak sedang mengadakan syukuran misalnya, saya pun mengabaikan semuanya demi keberlangsungan kuliah saya di sini.

15. Apakah hati dan fikiran harus berjalan seimbang?
Hatilah yangn menjadi payung dari fikiran kita. Akan lebih baik jika hati dan fikiran berjalan beriringan dan selaras. Hati merupakan spiritual yang paling tinggi. Ketika fikiran kita sedang kalut maka hatilah yang akan menentramkan. Oleh karena itu, kebersihan hati dan kejernihan fikiran harus senantiasa dijaga.

Rabu, 27 April 2011

Filsafat Matematika dan Filsafat Pendidikan Matematika Kuliah Filsafat oleh Bapak Marsigit

Zaman dahulu kala, fenomena sehari-hari dari negara-negara Mesopotamia, Babilonia, dan Mesir membangun sebuah peradaban manusia. Orang-orang yang hidup pada zaman dahulu yakni orang-orang Yunani melakukan abstraksi dan idealisasi sehingga mereka menghasilkan suatu bukti. Orang-orang Yunani berfikir transenden sehingga memunculkan dua pemikiran. Pemikiran yang menyebutkan bahwa segala sesuatu itu berubah mengikuti Heraklitos. Sedangkan pemikiran yang menyebutkan bahwa segala sesuatu itu bersifat tetap mengikuti Phermenides. Berfikir transenden memunculkan naumena hingga pada akhirnya tidak mampu menjelaskan. Pemikiran-pemikiran yang demikian itulah yang memunculkan sejumlah pertanyaan terkait bagaimana sistem, struktur, dan bangunan hingga pada akhirnya membentuk sebuah fondamen. Berujung pada sebuah fondamen itulah yang nantinya membentuk paham yang berbeda. Ketika fondamen itu mengakui adanya yang awal yakni fondamentalisme maka mengakibatkan munculnya pertanyaan. Sedangkan fondamen yang tidak mengakui adanya awal yang disebut dengan intuinisme.


Manusia dalam kehidupannya hendaknya berfikir sedalam-dalamnya atau yang disebut dengan intensif dan juga harus berfikir ekstensif yaitu berfikir seluas-luasnya. Manusia hendaknya juga mampu melakukan hermeneutika yakni menerjemahkan dan diterjemahkan. Melakukan hermeneutika lewat berfilsafat memaknai ontologi, epistemologi, dan aksiologio hingga pada akhirnya melahirkan pemikiran-pemikiran yang terkait dengan matematika. Pada akhirnya pemikiran-pemikiran yang demikian itu melahirkan suatu fenomena.


Segala sesuatu di dunia ini ada yang terikat oleh ruang dan waktu tetapi ada yang terbebas dari ruang dan waktu. Segala sesuatu yang terbebas dari ruang dan waktu mengikuti hukum identitas, bersifat absolut, tunggal, dan koheren. Hal yang demikian ini dikemukaan oleh Hilbert sebagai Bapak Matematika Murni yang kemudian disebut tras naumena di dalam pikiran kita. Diikuti oleh kaum formalis, fondamentalis, dan aksiomatis yang bersifat rigor (apodiktif), konsisten, tunggal, dan pasti. Perguruan tinggi seperti UGM, ITB, IPB, dan UI yang berlandaskan matematika murni menerapkan segala sesuatu yang terbebas dari ruang dan waktu sehingga pelaksanaan UN dikendalikan oleh perguruan tinggi tersebut. Sedangkan segala sesuatu yang terikat oleh ruang dan waktu menganut hukum kontradiksi, bersifat relatif, plural, dan korespondensi. Matematika sekolah menjadi salah satu objek yang terikat oleh ruang dan waktu. Salah seorang tokoh yang menempatkan dirinya dalam hal ini adalah Bapak Marsigit. Beliau menuliskan “Surat Terbuka untuk Presiden” yang berisi kelemahan-kelemahan sistem pendidikan di Indonesia dan revolusi pendidikan.


RME (Realistic Mathematics Education) yang sedang gencar-gencarnya diterapkan di sekolah berusaha melakukan pembaharuan dalam dunia pendidikan matematika. Tipe-tipe pembelajaran seperti menggunakan benda konkret diterapkan di SD, skema diterapkan di SD dan SMP, model diterapkan di SMP dan SMA, sedangkan di perguruan tinggi menerapkan tipe-tipe yang abstrak. Misal, ketika di SMP kita mengenal S + T = R + 2, sedangkan ketika sampai di perguruan tinggi maka hal yang kita pelajari adalah pembuktian dari hal itu. Bilangan 2 yang berdiri sendiri dan bilangan 3 yang berdiri sendiri, dapat kita ibaratkan sebagai potensi-potensi dalam diri kita. Ketika 2 ditambahkan dengan 3 maka itulah proses atau faktanya, sedangkan ketika 2+3=5 merupakan hasilnya. Contoh lain ketika kita memiliki segitiga siku-siku dengan a sebagai sisi miring, sedangakn b dan c adalah sisi-sisi siku-sikunya maka hal yang kita peroleh adalah a, b, c masing-masing sebagai potensi. Sedangkan a2, b2, c2 adalah sebagai proses dan a2=b2+c2 adalah hasilnya. Salah seorang tokoh yakni Gestalt melakukan pembelajaran menggunakan alat peraga. Berfikir deduksi (dari umum ke khusus) untuk mempelajari tentang kubus yakni berawal dari sebuah kubus, diturunkan menjadi sebuah persegi, kemudian garis. Sedangkan ketika kita berfikir induksi sebagai kebalikannya yaitu dari khusus ke umum maka ketika kita akan belajar kubus maka pertama kita belajar garis, persegi, hingga terbentuk kubus.

Senin, 11 April 2011

“Refleksi Perkuliahan Filsafat Pendidikan Matematika” Kuliah oleh Bapak Marsigit

Salah satu cara yang dilakukan oleh manusia untuk terbebas dari ruang dan waktu adalah melakukan abstraksi. Manusia melakukan abstraksi terhadap bumi yang kemudian dikembalikan lagi untuk menerjemahkan bumi. Sedangkan semua tahu bahwa bumi bergerak terhadap ruang dan waktu. Hasil daripada abstraksi adalah titik yang digunakan untuk menerjemahkan dunia. Berawal dari sebuah titik yang kita masukkan dalam fikiran kita sehingga titik tersebut menjadi objek dari fikiran kita. Titik sebagai objek dikaitkan dengan waktu dan ruang. Sedangkan titik-titik itulah yang kita kenal dengan potensi dan fakta. Fikiran kita memberikan kesadaran sehingga titik yang hanya sebuah noktah kini berubah menjadi suatu titik yang bermakna. Misalnya, titik mewakili kota, titik mewakili garis, titik mewakili negara, atau bahkan titik mewakili gunung, dan lain sebagainya. Titik yang dikembangkan dengan abstraksi contohnya sebuah titik jika ditarik akan menjadi suatu garis. Dalam hal ini titik berperan sebagai potensi sedangkan garis yang terbentuk adalah titik yang kini memiliki makna. Titik yang berubah menjadi lingkaran, bola, kubus, dan lain-lain sehingga akhirnya dapat memahami dunia. Titik yang lain menjadi suatu spiral sehingga terbentuklah dunia dalam spiral.


Apabila kita ingin menerjemahkan dunia maka kita harus mempelajari hakekat dari filsafat. Filsafat disajikan dalam bahasa analogi yang butuh pemahaman yang sedalam-dalamnya (intensif) dan seluas-luasnya (ekstensif). Berawal dari semua titik yang dikembangkan masuk ke dalam fikiran kita maka setengah dari apa yang kita fikirkan tersebut nantinya akan berubah menjadi setengah dari fikiran kita. Sedangkan setengah dari fikiran kita yang lain adalah fakta. Di dalam fikiran kita terdapat konsep sama halnya dengan kurva normal seperti pada saat kita belajar statistika. Dalam kurva normal, orang-orang yang berada pada sumbu x sama dengan nol adalah orang-orang yang berjalan pada garis kebenaran. Dengan kata lain, orang-orang yang terletak di sumbu x sama dengan nol adalah orang-orang yang bahagia dalam hidupnya. Sedangkan orang-orang yang digambarkan terletak di sebelah kanan atau di sebelah kiri standart deviasi adalah orang-orang yang mengalami penyimpangan. Arti kata penyimpangan adalah orang-orang yang bermasalah. Dalam istilah jawa, orang-orang yang bermasalah tersebut hendaknya “diruwat”. Sedangkan dalam filsafat, istilah “ruwat” bagi orang-orang yang bermasalah hendaknya orang-orang tersebut diberikan penjelasan sehingga mereka kembali pada kebenaran. Oleh karena itu, belajar filsafat memberikan manfaat yang positif. Filsafat berusaha membantu kita untuk merefleksikan diri, berusaha menerjemahkan (ruwat), berusaha memberikan penjelasan. Misalnya, kita memiliki angka dua maka angka tersebut tidak akan bermakna jika berdiri sendiri. Oleh karena itu, angka dua harus disejajarkan dengan angka atau bilangan yang lain seperti 2+3=5. Sehingga, betapa pentingnya suatu penjelasan itu. Penjelasan yang hanya sepotong-potong justru akan menimbulkan kesalahan-kesalahan yang hanya akan menyesatkan orang lain.


Fikiran kita dikelompokkan dalam beberapa kategori yaitu kuantitatif, kualitatif, hubungan atau relasi, dan kategori. Dalam fikiran kita juga dikelompokkan dalam dua sifat yakni bersifat transenden dan bersifat dinamis. Bersifat transenden meliputi apriori, analitik, rasio, dan logika. Sedangkan yang bersifat dinamis meliputi fisik, pengalaman, sintetik, aposteriori, dan persepsi.

“Refleksi Perkuliahan Filsafat Pendidikan Matematika” Kuliah oleh Bapak Marsigit

Senin, 28 Desember 2009

My Small Research on the Psychology of Teaching Learning Mathematics

Observation’s result about Mathematical Method, Mathematical Attitude, And Mathematical Content Hold by Katagiri’s version, in teaching Learning Mathematic about Learning Area of Triangle, Rectangular, and persegi to Grade IV of Elementary School Year 2009.
Observer: Ety Antikasari

Prof. Katagiri from Japan when his presentation in Sapporo-Tokyo in said that mathematics is mathematical thinking consist three aspects, and I conclude that:
1. Mathematical attitude.
It is very important in determining student’s behavior in mathematical thinking. A good attitude is always asks to be perfection. Mathematical attitude is very important affective factor in determining student’s behavior in mathematical thinking depend on how interested, they are in problem solving on the lesson. Student’s expectation that mathematic will be useful and their personal attitude such as confidence, persistence, and organization are mentioned by Stacey (2006) as some of the skill and abilities required from problem solving.
2. Mathematical method.
Why we prove that? We can study from the specifics to general is called inductive thinking, from general to specifics is called deductive thinking, logical mathematics, or syllogism is one choice to it. We also use preposition. What is preposition? Preposition is sentence which consists true or false. We use conjunction, disjunction, implication (if then), or if then if. Beside that, we use direct or indirect prove.
3. Mathematical content.
Mathematical contents include ideas of set or unit operation, algorithm, or approximation. These can be compared to mathematical skill (as well as estimation mental computation) or deep mathematical knowledge as stated in Stacey’s requirement from problem solving.
Interview’s Result with one of the student grade IV of Elementary School:
A. Mathematical Method
1. What are the students do abstraction?
Abstraction is search similarity to get form or characteristic is very simple can make object of mathematical thinking. For example: with abstraction, let circle just is learning about just form and size does not color, material, prize, an characteristic others.
Answer:
- The students do abstraction to model of triangle, rectangular, and square.
- The students do abstraction that a rectangular is formed from fours line which first line and second line have same in long, but third line and fourth line also have same in long. For example: in every day, we can get model of rectangular such surface of table, surface of book, black or white board
- The students do abstraction that a square is formed from fours line which the fourth line have same in long. For example, the thing in our life which have form as square such paper which side has same in long.
- The students do abstraction that triangle is formed from three points was related with lines so when the student have two points, they can not make a triangle. For example, the thing in our life which has form as triangle is three wheel pictures on cover or packet cement. In teaching learning, the students do abstraction from triangle with unite tip of forefinger our hand and tip of our thumb.
2. How step or process to do abstraction and what term is used to it?
Answer:
The method to do abstraction:
• The students take instrument or thing in our life every day which has form such rectangular such book, paper; square such the paper has same in long of side it; triangle such picture on cover cement Gresik with merk “tiga roda”.
• The students use paper, pencil, eraser, ruler, and scissor to make form of rectangular, square, and triangle then they direct to me. So the form of triangle, rectangular, and square; the students must understanding it.
• The students use term on unsure that square has point side, side, and area of square. Rectangular has side, point side, and area of rectangular. Triangle also has base, high, side, point of side, and area of triangle.
• The students give definition of model with our sentences every day so more easily to understanding. Square is model was formed from fours line which the fourth line have same in long Square is such floor of home so it side has same. Rectangular is model was formed from fours line which first line and second line have same in long, but third line and fourth line also have same in long Rectangular such surface of door which second side same and second side other also same. Triangle is formed from three points was related with lines so when the student have two points, they can not make a triangle such picture on “pagoda pastilus” candy.
3. What the students do to represent it so easy to understanding?
Answer:
- The students represent area of rectangular with long time width so notasion to it that p x l
- The students represent area of square with side time side so notasion to it that s x s
- The students represent area of triangle with (base time heigh) divide two so notasion to it that (a x t) :2
4. What are the students do idealization?
Answer: Yes, so every rectangular, square and triangle, are formed from straight line there are not crooked lines. The student has assumption that to make rectangular, square, and triangle must use straight lines.
B. Mathematical Attitude
Mathematic learn with students honesty, consistent, absolute, etc. We can see it when the students do examination from their teacher. That time, I give my students question as examination in end month. The students imitate student other’s answer so I see that the student does trust. From observation it, we can see that the student have not honesty so the student must trust and believe with themselves. The student’s assumption that mathematic is difficult, so when they do exercise of mathematic although just several minute but they were bored and feel lazy to do it.
Observer : “Every time, how long you study mathematic?”
Student : “Average approximately an hour sister.”
Observer : “Why just an hour? We know that mathematic need much time to do exercise or solve problem?”
Student : “ Oh no,,,,,,mathematich is difficult so when we long time to it we will was bored.”
Observer : “Ok, I will give you exercise.”
Student : “I like do question if it from yourself does not from my book.”
From dialog above, we can give conclusion that the student assumption that mare and more difficult mathematic to learn it. The student like exercise question from our then from book. The students often do not hear my explanation, but far-out when I give some question to the student, they can give answer with true. They do not hear explanation but in end explanation, they ask several questions and in my opinion their question is brilliant. The student looks for apathetic but they give critical and active when there are several question. Sometimes, along teaching learning in class, the student request to rest because they tired with mathematic.
C. Mathematical Content
On above discussion about triangle, rectangular, and square so this explanation it, I more emphasize on comprehension student with my concept about:
 What is rectangular, square, and triangle?
 How form from rectangular, square, and triangle?
When the student understanding about two problem above so I will explanation what is side, point of side to square; base and high for triangle; long and width for rectangular. I will start to count area of rectangular, square, and triangle when the student understanding unsure of rectangular, square, and triangle. The student can learn to use formula if they can write it with notation. For side of square can be notation s, for long of rectangular can be notation p, for width of rectangular can be notation l, for base of triangle can be notation a, for high of triangle can be notation t. The students have assumption that mathematic is very difficult so I more why the student love with mathematic. I more emphasize so that the student few material but understanding than they much material but don’t understanding with it. Useless if I give much material but my student zero about it. So, I teach with several methods in this bottom:
1. Giving material so in every meeting, I more explain concept.
2. When the material reach finish, I will repeat or just review it to remember again so does not forgot.
3. Exercise question and I discussion the question with student.
4. Do evaluation pass trough examination in
Conclusion:
So, mathematical thinking has three component are mathematical method, mathematical attitude, and mathematical content. Mathematical thinking is very important to teaching learning mathematic. Every student has different mathematical thinking to understanding what mathematic. Different student has different paradigm, so a teacher has to can identify characteristic their student.